JAKARTA, MP - Untuk meminimalisir terjadinya genangan baik di sejumlah jalan maupun pemukiman warga, Pemkot Administrasi Jakarta Timur gencar melakukan normalisasi saluran air. Sayangnya, kegiatan itu tampak berjalan kurang maksimal lantaran masih banyak ditemui bangunan liar yang hingga kini masih berdiri kokoh di sekitar saluran air. Salah satunya keberadaan puluhan bangunan liar milik para pedagang kaki lima (PKL) yang tergabung dalam JT 20 Rawabunga, Jatinegara dan beridiri di sepanjang bantaran Kali Baru.
Pantauan Jumat (10/12), para PKL yang berjumlah sekitar 40-an ini masih tetap eksis menggelar dagangannya di JT 20. Mereka berjualan sejak pukul 06.00-22-00 setiap hari. Jenis usaha yang dijajakan antara lain, warung makanan, minuman, warung rokok dan lain sebagainya. Akibatnya, para PKL yang tidak termasuk dalam JT 20 pun terpancing untuk menggelar lapaknya di sekitar lokasi. Saat ini, setidaknya terdapat sekitar 10 PKL yang berjualan di sisi jalan yakni, mulai dari depan kantor Kelurahan Rawabunga hingga Jalan Cenghai, Rawabunga, Jatinegara. Alhasil, kesemrawutan pun tak terhindarkan.
Camat Jatinegara, Andri Yansyah, mengaku telah mengusulkan pada Sudin Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan (KUMKMP) Jakarta Timur agar izin operasi JT 20 tidak diperpanjang lagi. Alasannya, pemerintah kota sedang menggalakkan program normalisasi saluran air. Dikhawatirkan jika JT 20 masih beroperasi, akan mengganggu program tersebut. Sayangnya, usulan itu hingga kini tak kunjung terealisasi. Bahkan, ditegaskan Andri, izin JT 20 justru diperpanjang. Padahal, menurut aturan yang ada, masa izin operasi JT 20 telah habis sejak bulan Mei 2009 lalu. “Saya sudah mengusulkan ke Sudin KUMKMP Jakarta Timur agar izin JT 20 ini tidak diperpanjang lagi. Namun, nyatanya sampai sekarang masih tetap beroperasi,” ujar Andri Yansyah, Jumat (10/12).
Menanggapi hal itu, Kepala Sudin KUMKMP Jakarta Timur, Sri Indrastuti, memaparkan, usulan penghapusan JT 20 memang ada dari pihak kecamatan. Namun, persoalan itu masih harus dibahas di tingkat kota dan belum ada keputusan atau hasilnya, sehingga JT 20 hingga kini masih tetap beroperasi. “Camat boleh saja mengusulkan agar JT itu dihapus. Kita tampung usulan itu karena saya tidak bisa mengambil keputusan sepihak, harus ada tim yang membahasnya di tingkat kota. Setelah ada keputusan dari tim, baru ada tindakan,” ungkap Sri Indrastuti.
Tim yang dimaksud Iin, sapaan akrabnya yakni, tim pertimbangan penetapan lokasi sementara, yang terdiri dari unsur Sudin Pertamanan, Sudin Perhubungan, Sudin PU Air, Sudin PU Jalan, Satpol PP dan 10 camat. Tim ini diketuai oleh dirinya selaku Kepala Sudin KUMKMP Jakarta Timur, dengan penanggung jawab sekretaris kota administrasi setempat.
Ia juga menyebutkan, penghapusan JT tidak bisa dilakukan satu per satu, akan tetapi harus menyeluruh dan dibahas oleh tim tersebut. Saat ini, sambungnya, dari 10 kecamatan, baru ada delapan kecamatan yang mengusulkan penghapusan JT. Dua di antaranya belum mengusulkan yakni, Kecamatan Durensawit dan Matraman.
Ditambahkan Iin, sebelum ada SK (surat keputusan) baru dari gubernur, maka seluruh JT yang ada saat ini masih berlaku. Sehingga, retribusi pun masih tetap ditarik karena mereka telah menggunakan lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Di Jakarta Timur hingga kini masih terdapat sebanyak 59 JT yang tersebar di 10 kecamatan. (red/*bj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar