JAKARTA, MP - Perjuangan ratusan buruh PT Sara Lee Body Care menuntut pesangon hingga delapan kali lipat dari gaji, tak membuahkan hasil. Sebab pihak perusahaan hanya mau memberikan pesangon sebesar 3,5 kali lipat dari gaji mereka. Akibatnya, tuntutan buruh tersebut harus berakhir di peradilan hubungan industrial. Aksi demo buruh selama 10 hari ini sebagai buntut dari adanya divestasi PT Sara Lee Body Care ke PT Unilever Tbk.
Ya, sejak saham PT Sara Lee Body Care dijual ke PT Unilever Tbk, 163-an buruhnya menggelar aksi unjuk rasa dengan didukung oleh buruh dari perusahaan yang sama di wilayah lain hingga totalnya mencapai 400-an buruh. Terhitung sudah 10 hari ini mereka menuntut pesangon sebelum perusahaan tempatnya bekerja berganti manajemen. Terakhir aksi demo digelar di kantor walikota administrasi Jakarta Timur pada Kamis (2/12) siang hingga malam. Buruh menuntut agar pemerintah turun tangan atas nasib mereka yang belum jelas.
Ian Maulana, salah seorang buruh yang juga anggota SPSI PT Sara Lee Body Care, meminta agar pihak perusahaan bersedia memberikan 1 persen dari keuntungan penjualan sahamnya kepada PT Unilever sebesar Rp 16 triliun. Baginya, permintaan tersebut tidak berlebihan mengingat kondisi perusahaannya tidak dalam keadaan pailit atau bangkrut, akan tetapi justru mendapatkan keuntungan.
"Selama ini pihak perusahaan kurang aspiratif dan informasi yang diberikan pada kami tidak transparan. Bahkan karyawan sempat mendapatkan ancaman," kata Ian Maulana, Jumat (3/12). Ia menyebutkan pesangon yang ditawarkan perusahaan tidak mewakili aspirasi karyawan.
Ian juga menandaskan, sebenarnya seluruh karyawan juga tidak menolak jika diminta untuk bekerja di perusahaan yang baru, yakni PT Unilever Tbk. Dengan catatan seluruh hak karyawan diselesaikan terlebih dulu. Merka juga mengaku siap menempuh jalur hukum jika tuntutan pesangon ini tidak terpenuhi.
Menanggapi hal tersebut, Kusuma Wardhana, Direktur Operasional PT Sara Lee Body Care, mengatakan, sebenarnya manajemen perusahaan telah memberikan lebih hak-hak karyawan. Sebab sesuai peraturan, jika karyawan mengundurkan diri maka hanya akan mendapatkan pesangon satu kali gaji. Ia juga sejak awal menginginkan untuk meminimalisir angka PHK karenanya tawaran perusahaan pada karyawannya bersifat fleksibel. Yakni menawarkan pada karyawannya apakah mau mengundurkan diri atau tetap bergabung walau nantinya manajemen perusahaan berubah.
"Kalau tidak mau lanjut ya silakan, mau coba bergabung dengan owner baru juga silakan. Kami juga menyayangkan mediasi yang dilakukan selama ini tidak ada titik temu," kata Kusuma Wardhana. Padahal jika semua sepakat, setiap buruh akan mendapatkan pesangon antara Rp 36 juta hingga Rp 80 jutaan. Perhitungannya adalah 1 - 3,5 kali lipat gaji dikalikan masa kerja ditambah penggantian pengobatan 15 persen dari masa kerja tersebut.
Karenanya ia meminta agar pemerintah segera mengambil tindakan untuk menuntaskan persoalan tersebut. Apalagi PT Sara Lee Body Care telah lebih dari 20 tahun beraktivitas di Indonesia, sehingga sudah seharusnya pemerintah bertindak agar iklim investasi di Indonesia atau di Jakarta ini tidak cidera.
Selanjutnya, karena mediasi yang dilakukan melalui tripartit (perusahaan, buruh dan pemerintah) menemui jalan buntu, ia juga sepakat jika persoalan ini dilanjutkan ke persidangan hubungan industrial. Prinsipnya, pihak perusahaan akan mematuhi peraturan yang ada.
Kasudin Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Jakarta Timur, Purwanto, mengatakan, sebelum dilakukan divestasi sebenarnya pihak PT Sara Lee Body Care telah melakukan sosialisasi pada seluruh karyawannya sejak tahun 2009 silam. Sejak saat itu perundingan antara perusahaan dengan buruh, yang diwakili oleh SPSI setempat dilakukan. Namun selalu menemui jalan buntu hingga akhirnya seluruh buruh tersebut menggelar aksi unjuk rasa. Kini divestasi itu dipastikan sudah terjadi, sebab terhitung mulai tanggal 6 Desember mendatang, manajemen perusahaan telah diambil alih oleh PT Unilever Tbk.
"Pada prinsipnya PT Sara Lee Body Care tidak menginginkan adanya PHK namun kalau karyawan ingin mengundurkan diri dipersilahkan dan akan diberi pesangon," kata Purwanto. Namun karena dalam perundingan para karyawan menuntutnya yang lebih tinggi maka pihak perusahaan tidak menanggapinya.
Namun dalam negosiasi, para buruh meminta agar diberikan 14 kali gaji dan pihak perusahaan hanya menyanggupi membayar 3,5 kali gaji. Namun terakhir, buruh meminta agar diberikan pesangon sebanyak 8 kali lipat dari gaji.
Karena tidak ada titik temu juga, Sudin Nakertrans akan membuat anjuran. Pihak perusahaan dan pekerja sudah dimintai data-datanya, antara lain nama-nama pekerja, jumlah upah yang diberikan, masa kerja dan jabatan masing-masing pekerja. Hal ini untuk menentukan nilai dari anjuran yang akan dikeluarkan Sudin Nakertrans tersebut.
"Kalau datanya sudah lengkap, kita akan buat anjuran untuk diserahkan pada pekerja dan pengusaha. Anjuran itu harus ditanggapi, apakah mereka menerima atau menolak anjuran itu," kata Purwanto. Anjuran harus ditanggapi maksimal dalam waktu 10 hari. Bagi yang menolak anjuran maka akan langsung diserahkan ke PHI agar diproses secara hukum.
Dalam membuat anjuran itu, Sudin Nakertrans akan mempertimbangkan pendapat dari pekerja dan pihak pengusaha, serta mediator. Yang pasti, tolok ukur pembuatan anjuran ini adalah UU dan peraturan pelaksananya. Yakni UU nomor 13/2003 tentang ketenagakerjaan. Terutama pasal 156 (2) yang mengatur tentang pesangon, pasal 156 (3) tentang penghargaan masa kerja dan pasal 156 (4) tentang 15 persen untuk ganti perumahan. (red/*bj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar