Ke tujuh kafe liar tersebut, berdiri tanpa menggunakan plang atau papan nama seperti bangunan kafe lamanya. Meski begitu, bentuk bangunan kafe itu masih tetap terlihat, apalagi deru musik keras terus terdengar dari dalam kafe tersebut.
“Para pemilik kafe itu sengaja tidak pasang plang namanya karena takut dilihat petugas yang pernah membongkarnya. Tapi suasana kafe tetap saja masih terlihat dari pengunjung yang datang disertai suara musik dari dalam,” tutur Agung (31) warga Pulogebang.
Setiap malam bahkan tak jarang para tamunya menggandeng pasangannya masing-masing dengan mesra. “Kami hanya ingin kondisi itu tidak terlihat oleh anak-anak yang masih di bawah umur yang tinggal di kawasan ini. Karena itu kami berharap kepada petugas, agar kafe-kafe itu kembali ditertibkan sebelum jumlahnya terlalu banyak,” tambah Agung.
Kepala Satpol PP Jakarta Timur, Tiangsa Surbakti mengaku masih belum mengetahui keberadaan kafe-kafe tersebut. Sebab beberapa pekan lalu ia bersama anggotanya telah melakukan penertiban di lokasi tersebut. Karena itu ia akan meminta kepada anggotanya agar segera memantau ke lokasi. Jika memang terlihat banyak pemilik kafe liar lagi maka akan segera di tertibkan. Karena kehadirannya telah melanggar Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum di DKI Jakarta.
”Kami akan segera pantau dan tindak lanjut atas tindakan nekad mereka (pemilik kafe liar) yang membangun kembali tempat usahanya. Karena jika didiamkan, dikhawatirkan akan menjamur lagi dengan jumlah yang lebih besar,” tandasnya. Ah, jangang pura-pura dalam perahu alias tidak tahu Pak Satpol PP Jaktim. (red/*bj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar